Video Pelatihan dan Pembuatan Digester Plastik
Kamis, 25 Oktober 2012
Moral
Latar belakang
Hidup selayaknya dilihat sebagai
anugerah Tuahan yang amat berharga. Oleh karena itu kita terpanggil untuk
memelihara dan melindungi hidup sejauh mungkin. Pemeliharaan kehidupan juga
merupakan salah satu bentuk rasa syukur atas anugerah tersebut. Kita juga harus
meyakini bahwa kehidupan manusia mempunyai martabat yang lebih tinggi dari
makluk ciptaan lainnya. Maka manusia, dalam keadaan manapun, harus kita hargai
sesuai dengan martabatnya yang luhur.
Etika membantu kita untuk mencari
alasan mengapa suatu perbuatan harus dilakukan atau justru tidak boleh
dilakukan. Etika tidak saja bertugas menerapkan norma moral pada suatu situasi
tertentu, melainkan juga untuk medasari secara rasional norma yang berlaku.
Etika tidak saja menjawab pertanyaan “apa yang harus saya lakukan” (Immanuel
Kant), melainkan juga pertanyaan “mengapa harus saya lakukan sesuatu”. Pemikiran
dalam makalah ini bertujuan untuk mecari pemikiran kritis dan mendasar atas kemajuan
teknoligi pada saat ini tentang pengadaan anak secara buatan artinya tanpa
hubungan seks antara suami istri yang mendapat tanggapan moral baik dari masyarakat secara
umum maupun dari segi agama tentang bagaiman kita harus memperlakuakan manusia
sebagai makluk yang luhur yang harus diperlakukan dengan baik. Adapun kemajuan
tegnologi itu sperti; inseminasi, bayi tabung, ectogenesis, dan cloning. Namun
dalam pembahasannya kami membatasi pembahasan dalam makalah ini pada bayi
tabung yang akhir-akhir ini dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk
memperoleh anak khususnya bagi mereka yang secara medis tidak dapat mendapatkan
anak secara normal melalui hubungan seks selayaknya manusia yang lain.
Pembahasan
A.
Pengertian
a.
Etika
§ Dari asal usul kata; Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang
berarti adat istiadat atau kebiasaan
yang baik.
§
Menurut
para ahli; Etika atau etik sebagai pandangan manusia
dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik (Drs. O.P. Simorangkir ). Etika adalah
tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik buruk, sejauh yang
dapat ditentukan oleh akal (Drs. Sidi Gjalba). Etika adalah cabang dari
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku
manusia dalam hidupnya (Drs. H. Burhanudin Salam). Etika merupakan filsafat
atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan-pandangan moral
(Franz Magnis-Suseno).
b.
Hidup
§ Menurut kamus besar bahasa
Indonesia; masih
terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya.
c.
Kehidupan
§ Pasteur
terkenal dengan semboyannya “Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” yang
mengandung pengertian : kehidupan berasal dari telur dan telur dihasilkan
makhluk hidup, makhluk hidup sekarang berasal dari makhluk hidup sebelumnya,
makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga.
d.
Etika
Kehidupan;
B.
Bayi
Tabung.
Kemajuan teknologi tidak hanya dimanfaatkan untuk mencegah
kehamilan, melainkan juga untuk mengadakan anak secara buatan artinya tanpa
hubungan seks antara suami istri. Masalah pokok sering sudah muncul pada
kenyataan utama itu: apakah dapat dibenarkan bahwa manusia mengadakan anak
tanpa hubungan seks suami istri? Bukankah hubungan seks merupakan cara yang
sesuai dengan kodrat, yang sudah ditentukan oleh Allah sendiri bila ia
memanggil pria dan wanita menjadi suami istri?
Salah satu kemajuan teknologi yang sampai sekarang masih
diperdebatkan aadalah pengadaan anak secara buatan dengan cara pembuatan embrio
dalam tabung sebelum dimasukan kedalam rahim ibu pemberi sel telur. Anak
seperti itulah yang kini dikenal sebagai bayi tabung. Caranya: sel-sel
telur diambil dari saluran telur atau bahkan dari indung telur ibu, lalu
masing-masing dimasukan kedalam sebuah tabung atau cawan yang berisi cairan
makanan; kemudian kedalam tabung-tabung itu dimasukan pula sperma suami;
setelah beberapa hari akan tampaklah munculnya embrio dalam beberapa tabung,
hasil pembuahan antara sel telur dan sperma tadi; sekitar 3 embrio yang paling
baik dimasukan kedalam rahim ibu, dengan harapan akan bertumbuh disana sampai
saat kelahirannya. Biasanya para ahli membuat pembuahan dalam sekitar 10
tabung, lalu memilih tiga embrio yang terbaik, dengan harapan bahwa dari sana
akan ada seorang anak sehat yang lahir.
C. Penilaian Moral
Problem moral muncul pada tahap pemindahan embrio kedalam
rahim ibu. Manakah kriteria yang dipakai untuk memilih embrio yang berhak untuk
dimasukan kedalam rahim ibunya? Dari 10 tabung yang ada akan dipilih tiga yang
terbaik, lalu embrio yang lain diapakan atau dikemanakan? Bukankah
embrio-embrio itu sudah merupakan manusia yang hidup dan punya hak untuk hidup
terus sebagai manusia?
Problem moral semakin berat bila ada komplikasi yang lain,
yakni bila sperma yang dimasukan kedalam tabung berasal dari pria yang bukan
suami, atau kemudian embrio-embrio dimasukan kedalam rahim wanita lain, yang
tidak memberikan sel telur melainkan meminjamkan rahimnya saja. Baik secara hukum
maupun psikologis muncul soal tentang ayah dan ibu yang sesungguhnya dari anak
seperti itu. Manakah ayah yang sesungguhnya, pria yang memberikan spermanya
ataukan suami ibunya? Manakah ibu yang sesungguhnya, wanita yang memberikan sel
telur ataukah wanita yang mengandungnya selama 9 bulan?
Problem lain juga akan muncul ketika embrio-embrio yang
tersisa dan masih mempunyai potensi untuk menjadi seorang manusia dipakai
sebagai sarana percobaan klinis untuk penelitian bagi para ahli.
D. Penilaian Dari Sudut Pandang Etika
Dari penilaina moral diatas tampak akan ada pertentangan
antara utilitarisme dan deontologi, dua etika besar dalam zaman modern. Menurut
utilitarisme, dalam suatu pengambilan keputusan moral manfaat selalu harus
diutamakan. Yang baik secara moral adalah apa yang membawa manfaat terbesar
untuk banyak orang. Dilihat dari kacamata utilitarisme, teknologi bayi tabung
dapat dikembangkan bagi pasangan suami istri yang tidak dapat memperoleh
keturunan atau anak secara normal sebagiman manusia normal yang lainnya,
biarpun dengan itu beberapa embrio terpaksa harus dikorbankan. Menurut deontologi,
orang tidak bersalah tidak boleh dikorbankan demi tercapainya tujuan apapun,
termasuk tujuan yang lain. Betapapun lemah lemah kondisinya dan kurang baik
prospek hidunya, manusia tidak pernah boleh dijadikan sarana belaka demi suatu
tujuan lain artinya menghargai sebuah kehidupan menjadi yang utama dalam
mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan.
E. Pendapat Kelompok
Refleksi
kritis yang bisa kelompok simpulkan dari kasus bayi tabung adalah,
§ pertama; para ahli tidak boleh membuat terlalu banyak
embrio dalam tabung-tabung, supaya tidak ada embrio yang tersisa dan kemudian
terbuang.
§ Kedua; semua embrio yang terbentuk
harus dimasukan kedalam rahim ibu, sehingga tidak ada pembuangan embrio.
Dua
alasan diatas dibuat berdasarkan empat hal yang sampai sekarang moralitasnya
sedang diperdebatkan: membuang embrio muda yang tersisa dalam program
fertilisasi in vitro, membekukan
embrio muda (cryopreservatyon),
penelitian terhadap embrio muda, diagnosis genetis dari embrio muda sebelum diimplantasi.
Daftar pustaka
K. Bertens, Sketsa-Sketsa Moral, Jakarta 2004.
K. Bertens, Keprihatinan Moral, Jakarta 2002.
Magnis-Suseno, Etika Dasar, Jakarta 1985.
Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, Yogyakarta 1990.
Sumber dari internet
PROPOSAL PKM-M

PROGRAM
KREATIVITAS MAHASISWA
PELATIHAN
PEMBUATAN ENERGI ALTERNATIF
MENUJU
MASYARAKAT MANDIRI ENERGI
DAN
LINGKUNGAN HIDUP YANG SEHAT
DI
DESA WUKIRSARI, CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA
BIDANG
KEGIATAN:
PKM
- M
Diusulkan
oleh:
KETUA :
C. HARDIAN PUTRANTO 105214056/TM/2010
ANGGOTA :
YOSEPH TAEK 091434008/BIO/2009
ISIDORUS MAU LOKO 105214045/TM/2010
PERMANA PANJI 105214081/TM/2010
UNIVERSITAS
SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011

A.
JUDUL
Pelatihan Pembuatan
Energi Alternatif Menuju Masyarakat Mandiri Energi dan Lingkungan Hidup yang
Sehat di Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Kenaikan harga minyak dunia dan menurunnya ketersediaan
cadangan bahan bakar minyak, berdampak pada krisis energi yang besar-besaran.
Krisis
energi yang terjadi sangat dirasakan
oleh semua lapisan masyarakat dan tentu saja memengaruhi segala aspek
perokonomian. Kondisi ini berdampak pula pada harga
bahan bakar minyak yang semakin tinggi
dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya masyarakat pedesaan.
Seiring kenaikan bahan bakar minyak yang meningkat secara signifikan,
memengaruhi kebutuhan masyarakat akan energi juga terus meningkat; karena
kenaikan harga bahan bakar minyak ini tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan
yang signifikan. Hal ini, membuat dampak pada
kesejahteraan masyarakat menjadi rendah, khususnya masyarakat di desa
Wukirsari yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Masyarakat
desa Wukirsari yang bekerja sebagai tani dan buruh tani dengan penghasilan yang
tidak tetap dan sangat rendah.
Selain meningkatnya harga bahan bakar minyak, maka Program
konversi minyak tanah ke gas, menjadi pilihan utama masyarakat. Masyarakat memilih
menggunakan LPG karena Gas dalam tabung berkapasitas 3 kg
dapat diperoleh di warung atau toko-toko sekitar lokasi. Gas dalam tabung 3 kg
tersebut dipasarkan dengan harga Rp 15.000,00 per tabung. Dalam satu bulan
rata-rata setiap rumah tangga menghabiskan 3-4 tabung gas. Namun, sering kali
harga gas melonjak ketika keberadaan gas berkurang atau langka di pasaran tanpa
masyarakat mengetahui penyebabnya. Tentu saja hal ini membebani dan merepotkan
masyarakat yang telah tergantung pada pemakaian LPG.
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan energi
mengalami kendala karena pengembangan energi baru dan terbarukan belum
dikembangkan secara optimal. Ketergantungan pada minyak masih tinggi seiring
peningkatan kebutuhan energi, padahal suplai minyak kian ketat ditengah
persaingan global, sehingga kemandirian energi masih sebatas mimpi. Pada harian
Kompas tanggal 29 september 2011, di halaman depan dituliskan hasil wawancara
Kompas dengan para petani di sentra beras di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, DI
Yogyakarta, Lampung, dan Sulawesi Selatan yang menyatakan bahwa pupuk mahal dan
jumlahnya tidak memadai. Pada halaman opini
ditulis juga oleh Henry Saragih tentang kekurang seriusan pemerintah
dalam mengurus pangan dan pertanian. (Kompas,29
september 2011)
Masyarakat pedesaan di Yogyakarta
pada umumnya, berprofesi sebagai petani juga merangkap sebagai peternak,
seoerti masyarakat di desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman. Ternak yang biasa
dipelihara masyarakat Wukirsari adalah sapi, kambing, dan ayam. Menurut penuturan
masyarakat setempat khusunya yang lanjut usia, bahwa pada waktu dulu setiap
rumah di desa tersebut memiliki hewan dan ternak peliharaan. Hewan-hewan
tersebut dipergunakan untuk mendukung pertanian, baik sebagai pembajak sawah maupun penghasil
pupuk organik. Namun, karena kebijakan akan penggunaan pupuk kimia dalam
pengolahan pertanian dan munculnya traktor yang digerakkan oleh mesin serta pertimbangan
aspek ekonomis yang lain, lambat laun kebutuhan akan dukungan ternak menjadi
berkurang. Hal ini berpengaruh pada manfaat hewan sebagai pendukung pertanian
dan penghasil pupuk organik, sehingga keterikatan keluarga petani terhadap
ternak sapinya mengalami penurunan.

Gambar 1. Peternakan sapi di masyarakat
pedesaan
Di
samping itu, pemerintah pun membuka lebar-lebar pintu import sapi maupun dagingnya
yang dengan serta merta menjungkalkan harga sapi lokal hingga berada dibawah
biaya pemeliharaannya.
Permasalahan kebutuhan energi di
pedesaan sebenarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan, murah, dan mudah diperoleh dari lingkungan
sekitar dan bersifat dapat diperbaharui. Salah satu energi alternatif yang
ramah lingkungan yang dapat diupayakan di pedesaan adalah biogas (gas bio) yang
dihasilkan dari bahan-bahan organik seperti kotoran hewan ternak. Kandungan
biogas terdiri dari gas metan (60%-70%), karbondioksida (40%-30%), dan beberapa
gas lain dalam jumlah kecil. Energi lestari ini dapat diperoleh melalui proses anaerob dalam suatu wadah yang disebut digester. Pada prinsipnya pembuatan
biogas sangat sederhana, yaitu memasukkan substrat
(kotoran sapi) ke dalam digester yang
menyekat ruangan di dalamnya dari udara lingkungan (anaerob). Dalam waktu tertentu, biogas akan terbentuk yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk menggantikan
bahan bakar kompor gas (LPG).

Gambar
2 Siklus lestari peternakan dan pertanian
Disamping dapat mengasilkan energi yang ramah
lingkungan, penggunaan biodigester dapat pula membantu sistem pertanian dengan
hasil sampingannya berupa pupuk organik dengan mutu yang baik. Seperti
diketahui pupuk organik dapat mengembalikan kualitas tanah dan menghasilkan
produk pertanian yang sehat untuk dikonsumsi. Hal ini lambat laun akan membawa
kembali peran penting ternak dalam siklus kehidupan petani.
Efek positif yang lain dalam pemanfaatan biodigester
adalah dapat membantu upaya mengurangi emisi gas metan (CH4) yang dihasilkan
dari dekomposisi bahan organik yang diproduksi di sektor pertanian dan
peternakan. Dalam sektor peternakan, kotoran
sapi tidak dibiarkan terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi
menjadi energi biogas dalam ruangan digester, sehingga gas metan yang
dihasilkan tidak akan mencemari udara. Lingkungan hidup di sekitar peternakan
juga menjadi lebih sehat karena tidak tercemari bau kotoran ternak, tidak
banyak lalat dan nyamuk. Bersama dengan gas karbondioksida, gas metan merupakan
gas rumah kaca, yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global.
Pengurangan gas metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya
penyelesaian permasalahan pemanasan global, sehingga dapat pula dimasukkan
dalam program internasional Clean
Development Mechanism.

Gambar
3. Kotoran ternak yang terdekomposisi secara terbuka
Tipe desain digester yang telah dipergunakan
masyarakat di daerah yang lain adalah jenis fixed dome. Digester tipe ini
memiliki daya tampung yang besar dan mudah perawatannya. Tetapi biaya pengadaan
setiap unit digester ini mahal (diatas 10 juta rupiah) dan pembuatannya
membutuhkan tenaga yang terlatih karena bentuk konstruksinya seperti setengah
bola. Kendala biaya dan sumberdaya manusia yang terbatas kemampuannya ini
ternyata menjadi penyebab lambatnya perkembangan pemanfaatan biogas di
masyarakat.

Gambar 4. Pembuatan Biodigester tipe
fixed dome
C. PERUMUSAN MASALAH
1.
Masyarakat pedesaan belum mengelola
secara optimal sumberdaya yang ada di peternakan untuk menuju kemandirian
energi dan lingkungan yang lestari
2.
Masyarakat belum mengenal teknologi
biodigester yang murah dan mudah dalam pemanfaatannya
3.
Pemanfaatan biogas belum memasyarakat
secara luas
D. TUJUAN
Tujuan kegiatan ini
adalah
1. Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat limbah
peternakan untuk menciptakan energi lestari dan memelihara lingkungan hidup
2. Meningkatkan ketrampilan pembuatan biodigester yang
mudah dan murah, sehingga masyarakat dapat membuat biodigester secara massal
3. Mengajak masyarakat untuk memasyarakatkan
pemanfaatan limbah peternakan sebagai sumber energi dan pupuk yang lestari
E.
LUARAN YANG DIHARAPKAN
1. Masyarakat pedesaan menjadi masyarakat yang mandiri
akan kebutuhan energi dan berperan aktif dalam memelihara lingkungan hidup
- Semakin banyak masyarakat membuat biodigester, memperoleh energi secara gratis, memperoleh pupuk organik yang baik, tidak bergantung pada pupuk kimia maupun pasokan LPG
F.KEGUNAAN
1.
Bagi masyarakat
a.
Tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang
energi terbarukan (biogas) dan lingkungan hidup yang sehat
b.
Meningkatnya ketrampilan masyarakat
dalam pembuatan digester biogas sehingga dapat mengembangkannya secara mandiri
dan akhirnya pemanfaatan biogas semakin memasyarakat.
c.
Tersedianya
energi secara swadaya sehingga tidak terpengaruh oleh kelangkaan dan mahalnya
BBM
d.
Masyarakat
pedesaan kembali memelihara ternak sapi, sehingga selalu terjaga ketersediaan pupuk
organik yang lebih berkualitas dan terlepas dari ketergantungan terhadap pupuk
buatan.
2. Bagi peserta PKM
a.
Semakin mendalami proses pembuatan
digester murah dan ramah lingkungan.
b.
Sebagai pengalaman untuk pengembangan
kreativitas dan berorganisasi di tengah masyarakat.
c.
Mentreasfer ilmu pengetahuan tetang
penggunaan teknologi sederhana (biogas) kepada masyarakat sebagai bagian dari
pengabdian dan pemberdayaan masyarakat.
G. GAMBARAN UMUM
MASYARAKAT SASARAN
Desa Wukirsari terletak di lereng gunung Merapi, di wilayah
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan
luas daerah 1.456 Ha dan terletak pada ketinggian tanah 600 meter dengan curah
hujan 2.500 mm / Tahun dan suhu rata-rata 25˚C. Jarak antara Desa Wukirsari
dengan Kecamatan adalah 2 km, jarak dengan ibukota Kabupaten adalah 17 km,
sedangkan jarak dengan ibukota Propinsi adalah 22 km. Jumlah penduduk Desa
Wukirsari 10.083 orang yang terdiri dari 4.814 orang laki-laki dan 5.269 orang
perempuan, dengan jumlah 3.060 Kepala Keluarga (KK). Terbagi dalam 24 dusun.
Mata pencaharian masyarakat; tani 7.633 orang, swasta 688 orang, PNS 360 orang,
pertukangan 282 orang, buruh tani 421 orang, TNI 88 orang, POLRI 17 orang, dan
pensiunan 163 orang.
Wilayah desa Wukirsari selain sebagai areal pemukiman, juga
dimanfaatkan sebagai areal pertanian, perkebunan dan peternakan. Pertanian
terdiri dari: pertama, tanaman padi dan palawija; ketela pohon, kacang tanah,
ketela rambat dan kedelai. Kedua, tanaman sayur-sayuran; kubis, kentang, sawi, tomat,
wortel, kacang panjang,terong, buncis, lombok, bawang putih, bawang merah,
ketimun. Ketiga, tanaman buah-buahan; pisang, pepaya, jeruk, semangka, mangga,
durian, duku, jambu, rambutan, sirsat, apel, anggur, salak, belimbing, dan
lain-lainl. Hasil tanaman perkebunan; kelapa, kopi, teh, coklat, karet,
cengkeh,tembakau, vanilla, lada dan lain-lain.
Jenis ternak yang ada di desa Wukirsari adalah ayam kampung,
ayam ras, itik, kambing, domba, sapi perah, dan sapi biasa. Kebanyakan sapi
dipelihara secara sendiri-sendiri, maksudnya tidak dikandang kelompok. Hal ini
justru menguntungkan apabila akan dibuat biogas, karena lokasi tidak terpisah
jauh dari rumah atau dapur keluarga petani. Jumlah keseluruhan sapi yang ada di
desa Wukirsari sebanyak 914 ekor.
H. METODE PELAKSANAAN
Metode yang akan
digunakan dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat adalah
dengan ahli pengetahuan dan transfer teknologi melalui rembug desa serta
pelatihan cara pembuatan biogas dengan biodigester yang murah dan mudah kepada
petani-peternak di wilayah desa Wukirsari.
Kegiatan ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
tahap sosialisasi biogas,, tahap pembuatan biodigester, dan tahap pemanfaatan
biogas. Pada tahap sosialisasi mempergunakan metode rembug desa di mana masyarakat
akan diajak memahami adanya proses fermentasi pada limbah peternakan yang akan
dapat lebih bermanfaat apabila dikelola secara benar. Pada tahap ini, dengan
tabung gallon air meneral, akan
ditunjukkan proses fermentasi yang terjadi dan gas metan yang dihasilkan.
Diharapkan pada akhir kegiatan masyarakat mengetahui proses alamiah yang
terjadi pada limbah peternakan, memahami manfaat teknologi pembuatan biogas,
dan bersemangat untuk mewujudkan pembangunan biodigester.
Tahap kedua adalah
tahap pembuatan unit biodigester. Pada tahap ini akan dipilih dua sampai tiga
orang dari setiap pedukuhan yang ada di kelurahan wukirsari untuk mendapat
pelatihan pembuatan digester dari tim khusus yang sudah disiapkan. Diharapkan
mereka yang sudah mendapat pelatihan dapat menjadi tutor di pedukuhannya
masing-masing pada saat pemasangan digester. Susunan unit digester dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar
5. Susunan Unit Biodigester
Gambar
6. Ukuran lubang bio digester
Tahap ketiga adalah
tahap pemanfaatan energi. Pada tahap ini, masyarakat diajak untuk melihat dan
merasakan sendiri hasil fermentasi yang telah menjadi ssenergi yang siap
dipakai, namun yang ditekankan disini adalah gas yang dihasilkan lebih diarahkan
untuk menggantikan gas LPG untuk kebutuhan dapur. Masyarakat diharapkan agar dengan
melihat hasil menjadi semakin berminat untuk mengembangkannya sendiri secara
mandiri.
Indikator jangka pendek
yang hendak dicapai sebagai pengukur keberhasilan kegiatan dapat dilihat pada
tabel berikut.
|
No
|
Indikator
|
Capaian
akhir Kegiatan
|
|
Tahap
Pertama
|
||
|
1
|
Jumlah peserta
pelatihan
|
48 orang
|
|
Tahap
Kedua
|
||
|
2
|
Jumlah instalasi
biogas
|
6 instalasi
|
|
3
|
Volume kotoran
perhari yang diinputkan ke digester
|
300 liter
|
|
Tahap
Ketiga
|
||
|
4
|
Volume biogas perhari
|
24 m3
|
|
5
|
Produksi pupuk
organik perhari
|
300ter
|
I.
JADWAL KEGIATAN
|
Kegiatan
|
Waktu (bulan)
|
|||||||||||||||||||
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
||||||||||||||||
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
Sosialisasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelatihan Pembuatan Digester
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pemanfaatan Energi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penyusunan Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengiriman Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
J.
RANCANGAN BIAYA
1
. BAHAN

2
. ALAT

3
. PERJALANAN

4
. LAIN – LAIN PENGELUARAN

5
. TOTAL JUMLAH ANGGARAN



![]() |
Gambar
5. Peta Desa Wukirsari
Langganan:
Komentar (Atom)
