Latar belakang
Hidup selayaknya dilihat sebagai
anugerah Tuahan yang amat berharga. Oleh karena itu kita terpanggil untuk
memelihara dan melindungi hidup sejauh mungkin. Pemeliharaan kehidupan juga
merupakan salah satu bentuk rasa syukur atas anugerah tersebut. Kita juga harus
meyakini bahwa kehidupan manusia mempunyai martabat yang lebih tinggi dari
makluk ciptaan lainnya. Maka manusia, dalam keadaan manapun, harus kita hargai
sesuai dengan martabatnya yang luhur.
Etika membantu kita untuk mencari
alasan mengapa suatu perbuatan harus dilakukan atau justru tidak boleh
dilakukan. Etika tidak saja bertugas menerapkan norma moral pada suatu situasi
tertentu, melainkan juga untuk medasari secara rasional norma yang berlaku.
Etika tidak saja menjawab pertanyaan “apa yang harus saya lakukan” (Immanuel
Kant), melainkan juga pertanyaan “mengapa harus saya lakukan sesuatu”. Pemikiran
dalam makalah ini bertujuan untuk mecari pemikiran kritis dan mendasar atas kemajuan
teknoligi pada saat ini tentang pengadaan anak secara buatan artinya tanpa
hubungan seks antara suami istri yang mendapat tanggapan moral baik dari masyarakat secara
umum maupun dari segi agama tentang bagaiman kita harus memperlakuakan manusia
sebagai makluk yang luhur yang harus diperlakukan dengan baik. Adapun kemajuan
tegnologi itu sperti; inseminasi, bayi tabung, ectogenesis, dan cloning. Namun
dalam pembahasannya kami membatasi pembahasan dalam makalah ini pada bayi
tabung yang akhir-akhir ini dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk
memperoleh anak khususnya bagi mereka yang secara medis tidak dapat mendapatkan
anak secara normal melalui hubungan seks selayaknya manusia yang lain.
Pembahasan
A.
Pengertian
a.
Etika
§ Dari asal usul kata; Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang
berarti adat istiadat atau kebiasaan
yang baik.
§
Menurut
para ahli; Etika atau etik sebagai pandangan manusia
dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik (Drs. O.P. Simorangkir ). Etika adalah
tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik buruk, sejauh yang
dapat ditentukan oleh akal (Drs. Sidi Gjalba). Etika adalah cabang dari
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku
manusia dalam hidupnya (Drs. H. Burhanudin Salam). Etika merupakan filsafat
atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan-pandangan moral
(Franz Magnis-Suseno).
b.
Hidup
§ Menurut kamus besar bahasa
Indonesia; masih
terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya.
c.
Kehidupan
§ Pasteur
terkenal dengan semboyannya “Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” yang
mengandung pengertian : kehidupan berasal dari telur dan telur dihasilkan
makhluk hidup, makhluk hidup sekarang berasal dari makhluk hidup sebelumnya,
makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga.
d.
Etika
Kehidupan;
B.
Bayi
Tabung.
Kemajuan teknologi tidak hanya dimanfaatkan untuk mencegah
kehamilan, melainkan juga untuk mengadakan anak secara buatan artinya tanpa
hubungan seks antara suami istri. Masalah pokok sering sudah muncul pada
kenyataan utama itu: apakah dapat dibenarkan bahwa manusia mengadakan anak
tanpa hubungan seks suami istri? Bukankah hubungan seks merupakan cara yang
sesuai dengan kodrat, yang sudah ditentukan oleh Allah sendiri bila ia
memanggil pria dan wanita menjadi suami istri?
Salah satu kemajuan teknologi yang sampai sekarang masih
diperdebatkan aadalah pengadaan anak secara buatan dengan cara pembuatan embrio
dalam tabung sebelum dimasukan kedalam rahim ibu pemberi sel telur. Anak
seperti itulah yang kini dikenal sebagai bayi tabung. Caranya: sel-sel
telur diambil dari saluran telur atau bahkan dari indung telur ibu, lalu
masing-masing dimasukan kedalam sebuah tabung atau cawan yang berisi cairan
makanan; kemudian kedalam tabung-tabung itu dimasukan pula sperma suami;
setelah beberapa hari akan tampaklah munculnya embrio dalam beberapa tabung,
hasil pembuahan antara sel telur dan sperma tadi; sekitar 3 embrio yang paling
baik dimasukan kedalam rahim ibu, dengan harapan akan bertumbuh disana sampai
saat kelahirannya. Biasanya para ahli membuat pembuahan dalam sekitar 10
tabung, lalu memilih tiga embrio yang terbaik, dengan harapan bahwa dari sana
akan ada seorang anak sehat yang lahir.
C. Penilaian Moral
Problem moral muncul pada tahap pemindahan embrio kedalam
rahim ibu. Manakah kriteria yang dipakai untuk memilih embrio yang berhak untuk
dimasukan kedalam rahim ibunya? Dari 10 tabung yang ada akan dipilih tiga yang
terbaik, lalu embrio yang lain diapakan atau dikemanakan? Bukankah
embrio-embrio itu sudah merupakan manusia yang hidup dan punya hak untuk hidup
terus sebagai manusia?
Problem moral semakin berat bila ada komplikasi yang lain,
yakni bila sperma yang dimasukan kedalam tabung berasal dari pria yang bukan
suami, atau kemudian embrio-embrio dimasukan kedalam rahim wanita lain, yang
tidak memberikan sel telur melainkan meminjamkan rahimnya saja. Baik secara hukum
maupun psikologis muncul soal tentang ayah dan ibu yang sesungguhnya dari anak
seperti itu. Manakah ayah yang sesungguhnya, pria yang memberikan spermanya
ataukan suami ibunya? Manakah ibu yang sesungguhnya, wanita yang memberikan sel
telur ataukah wanita yang mengandungnya selama 9 bulan?
Problem lain juga akan muncul ketika embrio-embrio yang
tersisa dan masih mempunyai potensi untuk menjadi seorang manusia dipakai
sebagai sarana percobaan klinis untuk penelitian bagi para ahli.
D. Penilaian Dari Sudut Pandang Etika
Dari penilaina moral diatas tampak akan ada pertentangan
antara utilitarisme dan deontologi, dua etika besar dalam zaman modern. Menurut
utilitarisme, dalam suatu pengambilan keputusan moral manfaat selalu harus
diutamakan. Yang baik secara moral adalah apa yang membawa manfaat terbesar
untuk banyak orang. Dilihat dari kacamata utilitarisme, teknologi bayi tabung
dapat dikembangkan bagi pasangan suami istri yang tidak dapat memperoleh
keturunan atau anak secara normal sebagiman manusia normal yang lainnya,
biarpun dengan itu beberapa embrio terpaksa harus dikorbankan. Menurut deontologi,
orang tidak bersalah tidak boleh dikorbankan demi tercapainya tujuan apapun,
termasuk tujuan yang lain. Betapapun lemah lemah kondisinya dan kurang baik
prospek hidunya, manusia tidak pernah boleh dijadikan sarana belaka demi suatu
tujuan lain artinya menghargai sebuah kehidupan menjadi yang utama dalam
mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan.
E. Pendapat Kelompok
Refleksi
kritis yang bisa kelompok simpulkan dari kasus bayi tabung adalah,
§ pertama; para ahli tidak boleh membuat terlalu banyak
embrio dalam tabung-tabung, supaya tidak ada embrio yang tersisa dan kemudian
terbuang.
§ Kedua; semua embrio yang terbentuk
harus dimasukan kedalam rahim ibu, sehingga tidak ada pembuangan embrio.
Dua
alasan diatas dibuat berdasarkan empat hal yang sampai sekarang moralitasnya
sedang diperdebatkan: membuang embrio muda yang tersisa dalam program
fertilisasi in vitro, membekukan
embrio muda (cryopreservatyon),
penelitian terhadap embrio muda, diagnosis genetis dari embrio muda sebelum diimplantasi.
Daftar pustaka
K. Bertens, Sketsa-Sketsa Moral, Jakarta 2004.
K. Bertens, Keprihatinan Moral, Jakarta 2002.
Magnis-Suseno, Etika Dasar, Jakarta 1985.
Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, Yogyakarta 1990.
Sumber dari internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar