Kamis, 25 Oktober 2012

Moral



Latar belakang
Hidup selayaknya dilihat sebagai anugerah Tuahan yang amat berharga. Oleh karena itu kita terpanggil untuk memelihara dan melindungi hidup sejauh mungkin. Pemeliharaan kehidupan juga merupakan salah satu bentuk rasa syukur atas anugerah tersebut. Kita juga harus meyakini bahwa kehidupan manusia mempunyai martabat yang lebih tinggi dari makluk ciptaan lainnya. Maka manusia, dalam keadaan manapun, harus kita hargai sesuai dengan martabatnya yang luhur.
Etika membantu kita untuk mencari alasan mengapa suatu perbuatan harus dilakukan atau justru tidak boleh dilakukan. Etika tidak saja bertugas menerapkan norma moral pada suatu situasi tertentu, melainkan juga untuk medasari secara rasional norma yang berlaku. Etika tidak saja menjawab pertanyaan “apa yang harus saya lakukan” (Immanuel Kant), melainkan juga pertanyaan “mengapa harus saya lakukan sesuatu”. Pemikiran dalam makalah ini bertujuan untuk mecari pemikiran kritis dan mendasar atas kemajuan teknoligi pada saat ini tentang pengadaan anak secara buatan artinya tanpa hubungan seks antara suami istri yang mendapat  tanggapan moral baik dari masyarakat secara umum maupun dari segi agama tentang bagaiman kita harus memperlakuakan manusia sebagai makluk yang luhur yang harus diperlakukan dengan baik. Adapun kemajuan tegnologi itu sperti; inseminasi, bayi tabung, ectogenesis, dan cloning. Namun dalam pembahasannya kami membatasi pembahasan dalam makalah ini pada bayi tabung yang akhir-akhir ini dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk memperoleh anak khususnya bagi mereka yang secara medis tidak dapat mendapatkan anak secara normal melalui hubungan seks selayaknya manusia yang lain.



Pembahasan
A.     Pengertian
a.       Etika
§  Dari  asal usul kata;  Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat atau  kebiasaan yang baik.
§  Menurut para ahli; Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik (Drs. O.P. Simorangkir ). Etika adalah tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal (Drs. Sidi Gjalba). Etika adalah cabang dari filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya (Drs. H. Burhanudin Salam). Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan-pandangan moral (Franz  Magnis-Suseno).

b.      Hidup
§  Menurut kamus besar bahasa Indonesia; masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya.
c.       Kehidupan
§  Pasteur terkenal dengan semboyannya “Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” yang mengandung pengertian : kehidupan berasal dari telur dan telur dihasilkan makhluk hidup, makhluk hidup sekarang berasal dari makhluk hidup sebelumnya, makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga.
d.      Etika Kehidupan;
B.     Bayi Tabung.
Kemajuan teknologi tidak hanya dimanfaatkan untuk mencegah kehamilan, melainkan juga untuk mengadakan anak secara buatan artinya tanpa hubungan seks antara suami istri. Masalah pokok sering sudah muncul pada kenyataan utama itu: apakah dapat dibenarkan bahwa manusia mengadakan anak tanpa hubungan seks suami istri? Bukankah hubungan seks merupakan cara yang sesuai dengan kodrat, yang sudah ditentukan oleh Allah sendiri bila ia memanggil pria dan wanita menjadi suami istri?
Salah satu kemajuan teknologi yang sampai sekarang masih diperdebatkan aadalah pengadaan anak secara buatan dengan cara pembuatan embrio dalam tabung sebelum dimasukan kedalam rahim ibu pemberi sel telur. Anak seperti itulah yang kini dikenal sebagai bayi tabung. Caranya: sel-sel telur diambil dari saluran telur atau bahkan dari indung telur ibu, lalu masing-masing dimasukan kedalam sebuah tabung atau cawan yang berisi cairan makanan; kemudian kedalam tabung-tabung itu dimasukan pula sperma suami; setelah beberapa hari akan tampaklah munculnya embrio dalam beberapa tabung, hasil pembuahan antara sel telur dan sperma tadi; sekitar 3 embrio yang paling baik dimasukan kedalam rahim ibu, dengan harapan akan bertumbuh disana sampai saat kelahirannya. Biasanya para ahli membuat pembuahan dalam sekitar 10 tabung, lalu memilih tiga embrio yang terbaik, dengan harapan bahwa dari sana akan ada seorang anak sehat yang lahir.
C.     Penilaian Moral
Problem moral muncul pada tahap pemindahan embrio kedalam rahim ibu. Manakah kriteria yang dipakai untuk memilih embrio yang berhak untuk dimasukan kedalam rahim ibunya? Dari 10 tabung yang ada akan dipilih tiga yang terbaik, lalu embrio yang lain diapakan atau dikemanakan? Bukankah embrio-embrio itu sudah merupakan manusia yang hidup dan punya hak untuk hidup terus sebagai manusia?
Problem moral semakin berat bila ada komplikasi yang lain, yakni bila sperma yang dimasukan kedalam tabung berasal dari pria yang bukan suami, atau kemudian embrio-embrio dimasukan kedalam rahim wanita lain, yang tidak memberikan sel telur melainkan meminjamkan rahimnya saja. Baik secara hukum maupun psikologis muncul soal tentang ayah dan ibu yang sesungguhnya dari anak seperti itu. Manakah ayah yang sesungguhnya, pria yang memberikan spermanya ataukan suami ibunya? Manakah ibu yang sesungguhnya, wanita yang memberikan sel telur ataukah wanita yang mengandungnya selama 9 bulan?
Problem lain juga akan muncul ketika embrio-embrio yang tersisa dan masih mempunyai potensi untuk menjadi seorang manusia dipakai sebagai sarana percobaan klinis untuk penelitian bagi para ahli.

D.    Penilaian Dari Sudut Pandang Etika
Dari penilaina moral diatas tampak akan ada pertentangan antara utilitarisme dan deontologi, dua etika besar dalam zaman modern. Menurut utilitarisme, dalam suatu pengambilan keputusan moral manfaat selalu harus diutamakan. Yang baik secara moral adalah apa yang membawa manfaat terbesar untuk banyak orang. Dilihat dari kacamata utilitarisme, teknologi bayi tabung dapat dikembangkan bagi pasangan suami istri yang tidak dapat memperoleh keturunan atau anak secara normal sebagiman manusia normal yang lainnya, biarpun dengan itu beberapa embrio terpaksa harus dikorbankan. Menurut deontologi, orang tidak bersalah tidak boleh dikorbankan demi tercapainya tujuan apapun, termasuk tujuan yang lain. Betapapun lemah lemah kondisinya dan kurang baik prospek hidunya, manusia tidak pernah boleh dijadikan sarana belaka demi suatu tujuan lain artinya menghargai sebuah kehidupan menjadi yang utama dalam mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan.
E.     Pendapat Kelompok
Refleksi kritis yang bisa kelompok simpulkan dari kasus bayi tabung adalah,
§  pertama;  para ahli tidak boleh membuat terlalu banyak embrio dalam tabung-tabung, supaya tidak ada embrio yang tersisa dan kemudian terbuang.
§  Kedua; semua embrio yang terbentuk harus dimasukan kedalam rahim ibu, sehingga tidak ada pembuangan embrio.
Dua alasan diatas dibuat berdasarkan empat hal yang sampai sekarang moralitasnya sedang diperdebatkan: membuang embrio muda yang tersisa dalam program fertilisasi in vitro, membekukan embrio muda (cryopreservatyon), penelitian terhadap embrio muda, diagnosis genetis dari embrio muda sebelum diimplantasi.



Daftar pustaka
K. Bertens, Sketsa-Sketsa Moral, Jakarta 2004.
K. Bertens, Keprihatinan Moral, Jakarta 2002.
Magnis-Suseno, Etika Dasar, Jakarta 1985.
Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, Yogyakarta 1990.
Sumber dari internet


Tidak ada komentar:

Posting Komentar