Kamis, 25 Oktober 2012

PROPOSAL PKM-M



PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PELATIHAN PEMBUATAN ENERGI ALTERNATIF
MENUJU MASYARAKAT MANDIRI ENERGI
DAN LINGKUNGAN HIDUP YANG SEHAT
DI DESA WUKIRSARI, CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA


BIDANG KEGIATAN:
PKM - M


Diusulkan oleh:
KETUA          : C. HARDIAN PUTRANTO         105214056/TM/2010
ANGGOTA   : YOSEPH  TAEK                            091434008/BIO/2009
                           ISIDORUS MAU LOKO              105214045/TM/2010
   PERMANA PANJI                       105214081/TM/2010



UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011


A. JUDUL
Pelatihan Pembuatan Energi Alternatif Menuju Masyarakat Mandiri Energi dan Lingkungan Hidup yang Sehat di Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Kenaikan harga minyak dunia dan menurunnya ketersediaan cadangan bahan bakar minyak, berdampak pada krisis energi yang besar-besaran. Krisis energi yang  terjadi sangat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dan tentu saja memengaruhi segala aspek perokonomian. Kondisi ini berdampak pula pada harga bahan bakar minyak yang  semakin tinggi dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya masyarakat pedesaan. Seiring kenaikan bahan bakar minyak yang meningkat secara signifikan, memengaruhi kebutuhan masyarakat akan energi juga terus meningkat; karena kenaikan harga bahan bakar minyak ini tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan yang signifikan. Hal ini, membuat dampak pada  kesejahteraan masyarakat menjadi rendah, khususnya masyarakat di desa Wukirsari yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Masyarakat desa Wukirsari yang bekerja sebagai tani dan buruh tani dengan penghasilan yang tidak tetap dan sangat rendah.
Selain meningkatnya harga bahan bakar minyak, maka Program konversi minyak tanah ke gas, menjadi pilihan utama masyarakat. Masyarakat memilih  menggunakan  LPG karena Gas dalam tabung berkapasitas 3 kg dapat diperoleh di warung atau toko-toko sekitar lokasi. Gas dalam tabung 3 kg tersebut dipasarkan dengan harga Rp 15.000,00 per tabung. Dalam satu bulan rata-rata setiap rumah tangga menghabiskan 3-4 tabung gas. Namun, sering kali harga gas melonjak ketika keberadaan gas berkurang atau langka di pasaran tanpa masyarakat mengetahui penyebabnya. Tentu saja hal ini membebani dan merepotkan masyarakat yang telah tergantung pada pemakaian LPG.
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan energi mengalami kendala karena pengembangan energi baru dan terbarukan belum dikembangkan secara optimal. Ketergantungan pada minyak masih tinggi seiring peningkatan kebutuhan energi, padahal suplai minyak kian ketat ditengah persaingan global, sehingga kemandirian energi masih sebatas mimpi. Pada harian Kompas tanggal 29 september 2011, di halaman depan dituliskan hasil wawancara Kompas dengan para petani di sentra beras di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Lampung, dan Sulawesi Selatan yang menyatakan bahwa pupuk mahal dan jumlahnya tidak memadai. Pada halaman opini  ditulis juga oleh Henry Saragih tentang kekurang seriusan pemerintah dalam mengurus pangan dan pertanian. (Kompas,29 september 2011)
Masyarakat pedesaan di Yogyakarta pada umumnya, berprofesi sebagai petani juga merangkap sebagai peternak, seoerti masyarakat di desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman. Ternak yang biasa dipelihara masyarakat Wukirsari adalah sapi, kambing, dan ayam. Menurut penuturan masyarakat setempat khusunya yang lanjut usia, bahwa pada waktu dulu setiap rumah di desa tersebut memiliki hewan dan ternak peliharaan. Hewan-hewan tersebut dipergunakan untuk mendukung pertanian,  baik sebagai pembajak sawah maupun penghasil pupuk organik. Namun, karena kebijakan akan penggunaan pupuk kimia dalam pengolahan pertanian dan munculnya traktor yang digerakkan oleh mesin serta pertimbangan aspek ekonomis yang lain, lambat laun kebutuhan akan dukungan ternak menjadi berkurang. Hal ini berpengaruh pada manfaat hewan sebagai pendukung pertanian dan penghasil pupuk organik, sehingga keterikatan keluarga petani terhadap ternak sapinya mengalami penurunan.

26022011(009) Pict007
Gambar 1. Peternakan sapi di masyarakat pedesaan
Di samping itu, pemerintah pun membuka lebar-lebar pintu import sapi maupun dagingnya yang dengan serta merta menjungkalkan harga sapi lokal hingga berada dibawah biaya pemeliharaannya.
            Permasalahan kebutuhan energi di pedesaan sebenarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, murah, dan mudah diperoleh dari lingkungan sekitar dan bersifat dapat diperbaharui. Salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan yang dapat diupayakan di pedesaan adalah biogas (gas bio) yang dihasilkan dari bahan-bahan organik seperti kotoran hewan ternak. Kandungan biogas terdiri dari gas metan (60%-70%), karbondioksida (40%-30%), dan beberapa gas lain dalam jumlah kecil. Energi lestari ini dapat diperoleh melalui proses anaerob dalam suatu wadah yang disebut digester. Pada prinsipnya pembuatan biogas sangat sederhana, yaitu memasukkan substrat (kotoran sapi) ke dalam digester yang menyekat ruangan di dalamnya dari udara lingkungan (anaerob). Dalam waktu tertentu, biogas akan terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk menggantikan bahan bakar  kompor gas (LPG).

Gambar 2 Siklus lestari peternakan dan pertanian
Disamping dapat mengasilkan energi yang ramah lingkungan, penggunaan biodigester dapat pula membantu sistem pertanian dengan hasil sampingannya berupa pupuk organik dengan mutu yang baik. Seperti diketahui pupuk organik dapat mengembalikan kualitas tanah dan menghasilkan produk pertanian yang sehat untuk dikonsumsi. Hal ini lambat laun akan membawa kembali peran penting ternak dalam siklus kehidupan petani.
Efek positif yang lain dalam pemanfaatan biodigester adalah dapat membantu upaya mengurangi emisi gas metan (CH4) yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik yang diproduksi di sektor pertanian dan peternakan.  Dalam sektor peternakan, kotoran sapi tidak dibiarkan terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi menjadi energi biogas dalam ruangan digester, sehingga gas metan yang dihasilkan tidak akan mencemari udara. Lingkungan hidup di sekitar peternakan juga menjadi lebih sehat karena tidak tercemari bau kotoran ternak, tidak banyak lalat dan nyamuk. Bersama dengan gas karbondioksida, gas metan merupakan gas rumah kaca, yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian permasalahan pemanasan global, sehingga dapat pula dimasukkan dalam program internasional Clean Development Mechanism.

   Pict008  Pict011
Gambar 3. Kotoran ternak yang terdekomposisi secara terbuka

Tipe desain digester yang telah dipergunakan masyarakat di daerah yang lain adalah jenis fixed dome. Digester tipe ini memiliki daya tampung yang besar dan mudah perawatannya. Tetapi biaya pengadaan setiap unit digester ini mahal (diatas 10 juta rupiah) dan pembuatannya membutuhkan tenaga yang terlatih karena bentuk konstruksinya seperti setengah bola. Kendala biaya dan sumberdaya manusia yang terbatas kemampuannya ini ternyata menjadi penyebab lambatnya perkembangan pemanfaatan biogas di masyarakat.

IMG_0097 IMG_0129 - c
Gambar 4. Pembuatan Biodigester tipe fixed dome

C.  PERUMUSAN MASALAH
1.      Masyarakat pedesaan belum mengelola secara optimal sumberdaya yang ada di peternakan untuk menuju kemandirian energi dan lingkungan yang lestari
2.      Masyarakat belum mengenal teknologi biodigester yang murah dan mudah dalam pemanfaatannya
3.      Pemanfaatan biogas belum memasyarakat secara luas

D. TUJUAN
Tujuan kegiatan ini adalah
1. Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat limbah peternakan untuk menciptakan energi lestari dan memelihara lingkungan hidup
2. Meningkatkan ketrampilan pembuatan biodigester yang mudah dan murah, sehingga masyarakat dapat membuat biodigester secara massal
3. Mengajak masyarakat untuk memasyarakatkan pemanfaatan limbah peternakan sebagai sumber energi dan pupuk yang lestari
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
1.      Masyarakat pedesaan menjadi masyarakat yang mandiri akan kebutuhan energi dan berperan aktif dalam memelihara lingkungan hidup
  1. Semakin banyak masyarakat membuat biodigester, memperoleh energi secara gratis, memperoleh pupuk organik yang baik, tidak bergantung pada pupuk kimia maupun pasokan LPG

F.KEGUNAAN
1. Bagi masyarakat
a.       Tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang energi terbarukan (biogas) dan lingkungan hidup yang sehat
b.      Meningkatnya ketrampilan masyarakat dalam pembuatan digester biogas sehingga dapat mengembangkannya secara mandiri dan akhirnya pemanfaatan biogas semakin memasyarakat.
c.       Tersedianya energi secara swadaya sehingga tidak terpengaruh oleh kelangkaan dan mahalnya BBM
d.      Masyarakat pedesaan kembali memelihara ternak sapi, sehingga selalu terjaga ketersediaan pupuk organik yang lebih berkualitas dan terlepas dari ketergantungan terhadap pupuk buatan.
2. Bagi peserta PKM
a.       Semakin mendalami proses pembuatan digester murah dan ramah lingkungan.
b.      Sebagai pengalaman untuk pengembangan kreativitas dan berorganisasi di tengah masyarakat.
c.       Mentreasfer ilmu pengetahuan tetang penggunaan teknologi sederhana (biogas) kepada masyarakat sebagai bagian dari pengabdian dan pemberdayaan masyarakat.


G. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN
Desa Wukirsari terletak di lereng gunung Merapi, di wilayah Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan luas daerah 1.456 Ha dan terletak pada ketinggian tanah 600 meter dengan curah hujan 2.500 mm / Tahun dan suhu rata-rata 25˚C. Jarak antara Desa Wukirsari dengan Kecamatan adalah 2 km, jarak dengan ibukota Kabupaten adalah 17 km, sedangkan jarak dengan ibukota Propinsi adalah 22 km. Jumlah penduduk Desa Wukirsari 10.083 orang yang terdiri dari 4.814 orang laki-laki dan 5.269 orang perempuan, dengan jumlah 3.060 Kepala Keluarga (KK). Terbagi dalam 24 dusun. Mata pencaharian masyarakat; tani 7.633 orang, swasta 688 orang, PNS 360 orang, pertukangan 282 orang, buruh tani 421 orang, TNI 88 orang, POLRI 17 orang, dan pensiunan 163 orang.
Wilayah desa Wukirsari selain sebagai areal pemukiman, juga dimanfaatkan sebagai areal pertanian, perkebunan dan peternakan. Pertanian terdiri dari: pertama, tanaman padi dan palawija; ketela pohon, kacang tanah, ketela rambat dan kedelai. Kedua, tanaman sayur-sayuran; kubis, kentang, sawi, tomat, wortel, kacang panjang,terong, buncis, lombok, bawang putih, bawang merah, ketimun. Ketiga, tanaman buah-buahan; pisang, pepaya, jeruk, semangka, mangga, durian, duku, jambu, rambutan, sirsat, apel, anggur, salak, belimbing, dan lain-lainl. Hasil tanaman perkebunan; kelapa, kopi, teh, coklat, karet, cengkeh,tembakau, vanilla, lada dan lain-lain.
Jenis ternak yang ada di desa Wukirsari adalah ayam kampung, ayam ras, itik, kambing, domba, sapi perah, dan sapi biasa. Kebanyakan sapi dipelihara secara sendiri-sendiri, maksudnya tidak dikandang kelompok. Hal ini justru menguntungkan apabila akan dibuat biogas, karena lokasi tidak terpisah jauh dari rumah atau dapur keluarga petani. Jumlah keseluruhan sapi yang ada di desa Wukirsari sebanyak 914 ekor.




H. METODE PELAKSANAAN
Metode yang akan digunakan dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat adalah dengan ahli pengetahuan dan transfer teknologi melalui rembug desa serta pelatihan cara pembuatan biogas dengan biodigester yang murah dan mudah kepada petani-peternak di wilayah desa Wukirsari.
 Kegiatan ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap sosialisasi biogas,, tahap pembuatan biodigester, dan tahap pemanfaatan biogas. Pada tahap sosialisasi mempergunakan metode rembug desa di mana masyarakat akan diajak memahami adanya proses fermentasi pada limbah peternakan yang akan dapat lebih bermanfaat apabila dikelola secara benar. Pada tahap ini, dengan tabung gallon air meneral,  akan ditunjukkan proses fermentasi yang terjadi dan gas metan yang dihasilkan. Diharapkan pada akhir kegiatan masyarakat mengetahui proses alamiah yang terjadi pada limbah peternakan, memahami manfaat teknologi pembuatan biogas, dan bersemangat untuk mewujudkan pembangunan biodigester.
Tahap kedua adalah tahap pembuatan unit biodigester. Pada tahap ini akan dipilih dua sampai tiga orang dari setiap pedukuhan yang ada di kelurahan wukirsari untuk mendapat pelatihan pembuatan digester dari tim khusus yang sudah disiapkan. Diharapkan mereka yang sudah mendapat pelatihan dapat menjadi tutor di pedukuhannya masing-masing pada saat pemasangan digester. Susunan unit digester dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5. Susunan Unit Biodigester
Gambar 6. Ukuran lubang bio digester
Tahap ketiga adalah tahap pemanfaatan energi. Pada tahap ini, masyarakat diajak untuk melihat dan merasakan sendiri hasil fermentasi yang telah menjadi ssenergi yang siap dipakai, namun yang ditekankan disini adalah gas yang dihasilkan lebih diarahkan untuk menggantikan gas LPG untuk kebutuhan dapur. Masyarakat diharapkan agar dengan melihat hasil menjadi semakin berminat untuk mengembangkannya sendiri secara mandiri.
Indikator jangka pendek yang hendak dicapai sebagai pengukur keberhasilan kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut.
No
Indikator
Capaian akhir Kegiatan
Tahap Pertama
1
Jumlah peserta pelatihan
48 orang
Tahap Kedua
2
Jumlah instalasi biogas
6 instalasi
3
Volume kotoran perhari yang diinputkan ke digester
300 liter
Tahap Ketiga
4
Volume biogas perhari
24 m3
5
Produksi pupuk organik perhari
300ter


I. JADWAL KEGIATAN

Kegiatan
Waktu (bulan)
I
II
III
IV
V
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Sosialisasi




















Pelatihan Pembuatan Digester




















Pemanfaatan Energi




















Penyusunan Laporan




















Pengiriman Laporan






















J. RANCANGAN BIAYA
1 . BAHAN
2 . ALAT
3 . PERJALANAN
4 . LAIN – LAIN PENGELUARAN
5 . TOTAL  JUMLAH  ANGGARAN





 




























Gambar 5. Peta Desa Wukirsari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar