
PROGRAM
KREATIVITAS MAHASISWA
PELATIHAN
PEMBUATAN ENERGI ALTERNATIF
MENUJU
MASYARAKAT MANDIRI ENERGI
DAN
LINGKUNGAN HIDUP YANG SEHAT
DI
DESA WUKIRSARI, CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA
BIDANG
KEGIATAN:
PKM
- M
Diusulkan
oleh:
KETUA :
C. HARDIAN PUTRANTO 105214056/TM/2010
ANGGOTA :
YOSEPH TAEK 091434008/BIO/2009
ISIDORUS MAU LOKO 105214045/TM/2010
PERMANA PANJI 105214081/TM/2010
UNIVERSITAS
SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011

A.
JUDUL
Pelatihan Pembuatan
Energi Alternatif Menuju Masyarakat Mandiri Energi dan Lingkungan Hidup yang
Sehat di Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Kenaikan harga minyak dunia dan menurunnya ketersediaan
cadangan bahan bakar minyak, berdampak pada krisis energi yang besar-besaran.
Krisis
energi yang terjadi sangat dirasakan
oleh semua lapisan masyarakat dan tentu saja memengaruhi segala aspek
perokonomian. Kondisi ini berdampak pula pada harga
bahan bakar minyak yang semakin tinggi
dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya masyarakat pedesaan.
Seiring kenaikan bahan bakar minyak yang meningkat secara signifikan,
memengaruhi kebutuhan masyarakat akan energi juga terus meningkat; karena
kenaikan harga bahan bakar minyak ini tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan
yang signifikan. Hal ini, membuat dampak pada
kesejahteraan masyarakat menjadi rendah, khususnya masyarakat di desa
Wukirsari yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Masyarakat
desa Wukirsari yang bekerja sebagai tani dan buruh tani dengan penghasilan yang
tidak tetap dan sangat rendah.
Selain meningkatnya harga bahan bakar minyak, maka Program
konversi minyak tanah ke gas, menjadi pilihan utama masyarakat. Masyarakat memilih
menggunakan LPG karena Gas dalam tabung berkapasitas 3 kg
dapat diperoleh di warung atau toko-toko sekitar lokasi. Gas dalam tabung 3 kg
tersebut dipasarkan dengan harga Rp 15.000,00 per tabung. Dalam satu bulan
rata-rata setiap rumah tangga menghabiskan 3-4 tabung gas. Namun, sering kali
harga gas melonjak ketika keberadaan gas berkurang atau langka di pasaran tanpa
masyarakat mengetahui penyebabnya. Tentu saja hal ini membebani dan merepotkan
masyarakat yang telah tergantung pada pemakaian LPG.
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan energi
mengalami kendala karena pengembangan energi baru dan terbarukan belum
dikembangkan secara optimal. Ketergantungan pada minyak masih tinggi seiring
peningkatan kebutuhan energi, padahal suplai minyak kian ketat ditengah
persaingan global, sehingga kemandirian energi masih sebatas mimpi. Pada harian
Kompas tanggal 29 september 2011, di halaman depan dituliskan hasil wawancara
Kompas dengan para petani di sentra beras di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, DI
Yogyakarta, Lampung, dan Sulawesi Selatan yang menyatakan bahwa pupuk mahal dan
jumlahnya tidak memadai. Pada halaman opini
ditulis juga oleh Henry Saragih tentang kekurang seriusan pemerintah
dalam mengurus pangan dan pertanian. (Kompas,29
september 2011)
Masyarakat pedesaan di Yogyakarta
pada umumnya, berprofesi sebagai petani juga merangkap sebagai peternak,
seoerti masyarakat di desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman. Ternak yang biasa
dipelihara masyarakat Wukirsari adalah sapi, kambing, dan ayam. Menurut penuturan
masyarakat setempat khusunya yang lanjut usia, bahwa pada waktu dulu setiap
rumah di desa tersebut memiliki hewan dan ternak peliharaan. Hewan-hewan
tersebut dipergunakan untuk mendukung pertanian, baik sebagai pembajak sawah maupun penghasil
pupuk organik. Namun, karena kebijakan akan penggunaan pupuk kimia dalam
pengolahan pertanian dan munculnya traktor yang digerakkan oleh mesin serta pertimbangan
aspek ekonomis yang lain, lambat laun kebutuhan akan dukungan ternak menjadi
berkurang. Hal ini berpengaruh pada manfaat hewan sebagai pendukung pertanian
dan penghasil pupuk organik, sehingga keterikatan keluarga petani terhadap
ternak sapinya mengalami penurunan.

Gambar 1. Peternakan sapi di masyarakat
pedesaan
Di
samping itu, pemerintah pun membuka lebar-lebar pintu import sapi maupun dagingnya
yang dengan serta merta menjungkalkan harga sapi lokal hingga berada dibawah
biaya pemeliharaannya.
Permasalahan kebutuhan energi di
pedesaan sebenarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan sumber energi
alternatif yang ramah lingkungan, murah, dan mudah diperoleh dari lingkungan
sekitar dan bersifat dapat diperbaharui. Salah satu energi alternatif yang
ramah lingkungan yang dapat diupayakan di pedesaan adalah biogas (gas bio) yang
dihasilkan dari bahan-bahan organik seperti kotoran hewan ternak. Kandungan
biogas terdiri dari gas metan (60%-70%), karbondioksida (40%-30%), dan beberapa
gas lain dalam jumlah kecil. Energi lestari ini dapat diperoleh melalui proses anaerob dalam suatu wadah yang disebut digester. Pada prinsipnya pembuatan
biogas sangat sederhana, yaitu memasukkan substrat
(kotoran sapi) ke dalam digester yang
menyekat ruangan di dalamnya dari udara lingkungan (anaerob). Dalam waktu tertentu, biogas akan terbentuk yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk menggantikan
bahan bakar kompor gas (LPG).

Gambar
2 Siklus lestari peternakan dan pertanian
Disamping dapat mengasilkan energi yang ramah
lingkungan, penggunaan biodigester dapat pula membantu sistem pertanian dengan
hasil sampingannya berupa pupuk organik dengan mutu yang baik. Seperti
diketahui pupuk organik dapat mengembalikan kualitas tanah dan menghasilkan
produk pertanian yang sehat untuk dikonsumsi. Hal ini lambat laun akan membawa
kembali peran penting ternak dalam siklus kehidupan petani.
Efek positif yang lain dalam pemanfaatan biodigester
adalah dapat membantu upaya mengurangi emisi gas metan (CH4) yang dihasilkan
dari dekomposisi bahan organik yang diproduksi di sektor pertanian dan
peternakan. Dalam sektor peternakan, kotoran
sapi tidak dibiarkan terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi
menjadi energi biogas dalam ruangan digester, sehingga gas metan yang
dihasilkan tidak akan mencemari udara. Lingkungan hidup di sekitar peternakan
juga menjadi lebih sehat karena tidak tercemari bau kotoran ternak, tidak
banyak lalat dan nyamuk. Bersama dengan gas karbondioksida, gas metan merupakan
gas rumah kaca, yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global.
Pengurangan gas metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya
penyelesaian permasalahan pemanasan global, sehingga dapat pula dimasukkan
dalam program internasional Clean
Development Mechanism.

Gambar
3. Kotoran ternak yang terdekomposisi secara terbuka
Tipe desain digester yang telah dipergunakan
masyarakat di daerah yang lain adalah jenis fixed dome. Digester tipe ini
memiliki daya tampung yang besar dan mudah perawatannya. Tetapi biaya pengadaan
setiap unit digester ini mahal (diatas 10 juta rupiah) dan pembuatannya
membutuhkan tenaga yang terlatih karena bentuk konstruksinya seperti setengah
bola. Kendala biaya dan sumberdaya manusia yang terbatas kemampuannya ini
ternyata menjadi penyebab lambatnya perkembangan pemanfaatan biogas di
masyarakat.

Gambar 4. Pembuatan Biodigester tipe
fixed dome
C. PERUMUSAN MASALAH
1.
Masyarakat pedesaan belum mengelola
secara optimal sumberdaya yang ada di peternakan untuk menuju kemandirian
energi dan lingkungan yang lestari
2.
Masyarakat belum mengenal teknologi
biodigester yang murah dan mudah dalam pemanfaatannya
3.
Pemanfaatan biogas belum memasyarakat
secara luas
D. TUJUAN
Tujuan kegiatan ini
adalah
1. Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat limbah
peternakan untuk menciptakan energi lestari dan memelihara lingkungan hidup
2. Meningkatkan ketrampilan pembuatan biodigester yang
mudah dan murah, sehingga masyarakat dapat membuat biodigester secara massal
3. Mengajak masyarakat untuk memasyarakatkan
pemanfaatan limbah peternakan sebagai sumber energi dan pupuk yang lestari
E.
LUARAN YANG DIHARAPKAN
1. Masyarakat pedesaan menjadi masyarakat yang mandiri
akan kebutuhan energi dan berperan aktif dalam memelihara lingkungan hidup
- Semakin banyak masyarakat membuat biodigester, memperoleh energi secara gratis, memperoleh pupuk organik yang baik, tidak bergantung pada pupuk kimia maupun pasokan LPG
F.KEGUNAAN
1.
Bagi masyarakat
a.
Tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang
energi terbarukan (biogas) dan lingkungan hidup yang sehat
b.
Meningkatnya ketrampilan masyarakat
dalam pembuatan digester biogas sehingga dapat mengembangkannya secara mandiri
dan akhirnya pemanfaatan biogas semakin memasyarakat.
c.
Tersedianya
energi secara swadaya sehingga tidak terpengaruh oleh kelangkaan dan mahalnya
BBM
d.
Masyarakat
pedesaan kembali memelihara ternak sapi, sehingga selalu terjaga ketersediaan pupuk
organik yang lebih berkualitas dan terlepas dari ketergantungan terhadap pupuk
buatan.
2. Bagi peserta PKM
a.
Semakin mendalami proses pembuatan
digester murah dan ramah lingkungan.
b.
Sebagai pengalaman untuk pengembangan
kreativitas dan berorganisasi di tengah masyarakat.
c.
Mentreasfer ilmu pengetahuan tetang
penggunaan teknologi sederhana (biogas) kepada masyarakat sebagai bagian dari
pengabdian dan pemberdayaan masyarakat.
G. GAMBARAN UMUM
MASYARAKAT SASARAN
Desa Wukirsari terletak di lereng gunung Merapi, di wilayah
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan
luas daerah 1.456 Ha dan terletak pada ketinggian tanah 600 meter dengan curah
hujan 2.500 mm / Tahun dan suhu rata-rata 25˚C. Jarak antara Desa Wukirsari
dengan Kecamatan adalah 2 km, jarak dengan ibukota Kabupaten adalah 17 km,
sedangkan jarak dengan ibukota Propinsi adalah 22 km. Jumlah penduduk Desa
Wukirsari 10.083 orang yang terdiri dari 4.814 orang laki-laki dan 5.269 orang
perempuan, dengan jumlah 3.060 Kepala Keluarga (KK). Terbagi dalam 24 dusun.
Mata pencaharian masyarakat; tani 7.633 orang, swasta 688 orang, PNS 360 orang,
pertukangan 282 orang, buruh tani 421 orang, TNI 88 orang, POLRI 17 orang, dan
pensiunan 163 orang.
Wilayah desa Wukirsari selain sebagai areal pemukiman, juga
dimanfaatkan sebagai areal pertanian, perkebunan dan peternakan. Pertanian
terdiri dari: pertama, tanaman padi dan palawija; ketela pohon, kacang tanah,
ketela rambat dan kedelai. Kedua, tanaman sayur-sayuran; kubis, kentang, sawi, tomat,
wortel, kacang panjang,terong, buncis, lombok, bawang putih, bawang merah,
ketimun. Ketiga, tanaman buah-buahan; pisang, pepaya, jeruk, semangka, mangga,
durian, duku, jambu, rambutan, sirsat, apel, anggur, salak, belimbing, dan
lain-lainl. Hasil tanaman perkebunan; kelapa, kopi, teh, coklat, karet,
cengkeh,tembakau, vanilla, lada dan lain-lain.
Jenis ternak yang ada di desa Wukirsari adalah ayam kampung,
ayam ras, itik, kambing, domba, sapi perah, dan sapi biasa. Kebanyakan sapi
dipelihara secara sendiri-sendiri, maksudnya tidak dikandang kelompok. Hal ini
justru menguntungkan apabila akan dibuat biogas, karena lokasi tidak terpisah
jauh dari rumah atau dapur keluarga petani. Jumlah keseluruhan sapi yang ada di
desa Wukirsari sebanyak 914 ekor.
H. METODE PELAKSANAAN
Metode yang akan
digunakan dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat adalah
dengan ahli pengetahuan dan transfer teknologi melalui rembug desa serta
pelatihan cara pembuatan biogas dengan biodigester yang murah dan mudah kepada
petani-peternak di wilayah desa Wukirsari.
Kegiatan ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
tahap sosialisasi biogas,, tahap pembuatan biodigester, dan tahap pemanfaatan
biogas. Pada tahap sosialisasi mempergunakan metode rembug desa di mana masyarakat
akan diajak memahami adanya proses fermentasi pada limbah peternakan yang akan
dapat lebih bermanfaat apabila dikelola secara benar. Pada tahap ini, dengan
tabung gallon air meneral, akan
ditunjukkan proses fermentasi yang terjadi dan gas metan yang dihasilkan.
Diharapkan pada akhir kegiatan masyarakat mengetahui proses alamiah yang
terjadi pada limbah peternakan, memahami manfaat teknologi pembuatan biogas,
dan bersemangat untuk mewujudkan pembangunan biodigester.
Tahap kedua adalah
tahap pembuatan unit biodigester. Pada tahap ini akan dipilih dua sampai tiga
orang dari setiap pedukuhan yang ada di kelurahan wukirsari untuk mendapat
pelatihan pembuatan digester dari tim khusus yang sudah disiapkan. Diharapkan
mereka yang sudah mendapat pelatihan dapat menjadi tutor di pedukuhannya
masing-masing pada saat pemasangan digester. Susunan unit digester dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar
5. Susunan Unit Biodigester
Gambar
6. Ukuran lubang bio digester
Tahap ketiga adalah
tahap pemanfaatan energi. Pada tahap ini, masyarakat diajak untuk melihat dan
merasakan sendiri hasil fermentasi yang telah menjadi ssenergi yang siap
dipakai, namun yang ditekankan disini adalah gas yang dihasilkan lebih diarahkan
untuk menggantikan gas LPG untuk kebutuhan dapur. Masyarakat diharapkan agar dengan
melihat hasil menjadi semakin berminat untuk mengembangkannya sendiri secara
mandiri.
Indikator jangka pendek
yang hendak dicapai sebagai pengukur keberhasilan kegiatan dapat dilihat pada
tabel berikut.
|
No
|
Indikator
|
Capaian
akhir Kegiatan
|
|
Tahap
Pertama
|
||
|
1
|
Jumlah peserta
pelatihan
|
48 orang
|
|
Tahap
Kedua
|
||
|
2
|
Jumlah instalasi
biogas
|
6 instalasi
|
|
3
|
Volume kotoran
perhari yang diinputkan ke digester
|
300 liter
|
|
Tahap
Ketiga
|
||
|
4
|
Volume biogas perhari
|
24 m3
|
|
5
|
Produksi pupuk
organik perhari
|
300ter
|
I.
JADWAL KEGIATAN
|
Kegiatan
|
Waktu (bulan)
|
|||||||||||||||||||
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
||||||||||||||||
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
Sosialisasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelatihan Pembuatan Digester
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pemanfaatan Energi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penyusunan Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengiriman Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
J.
RANCANGAN BIAYA
1
. BAHAN

2
. ALAT

3
. PERJALANAN

4
. LAIN – LAIN PENGELUARAN

5
. TOTAL JUMLAH ANGGARAN



![]() |
Gambar
5. Peta Desa Wukirsari

Tidak ada komentar:
Posting Komentar